Tuesday, October 4, 2016

FAQ YSEALI ACADEMIC FELLOWSHIP INDONESIA

PENDAFTARAN YSEALI ACADEMIC FELLOWSHIP SPRING 2017 SUDAH DIBUKA!







Hallo para scholarship hunter di seluruh Indonesia! Salam kenal, saya Muhammad Rezki Achyana, atau biasa dipanggil Kiki, partisipan YSEALI Fall 2016 di Northern Illinois University, Illinois, Amerika Serikat. Saya berasal dari Batam, Kepulauan Riau, namun aslinya kelahiran Padang, Sumatera Barat.

Pada tulisan kali ini saya ingin berbagi informasi penting kepada kalian semua, mengenai program YSEALI Academic Fellowship Spring 2017. Program ini akan membawa kalian ke Amerika Serikat selama 5 minggu, untuk mempelajari banyak hal, dan dibiayai penuh oleh U.S. Department of State. Wah, menarik ya!

Well, tulisan kali ini akan saya buat dalam format FAQ (Frequent Asked Questions), yang dibuat berdasarkan banyaknya pertanyaan yang ditanyakan kepada saya. Ide untuk membuat tulisan ini baru muncul hari ini, namun masih belum terlambat, karena masih ada beberapa hari lagi sebelum deadline pendaftaran program. Dan besar harapan saya tulisan ini dapat berguna untuk pendaftaran program di tahun-tahun berikutnya.


#1. Kak Kiki, YSEALI itu program apa sih?

YSEALI adalah singkatan dari Young South East Asia Leadership Initiative. Program ini diinisiasi oleh Presiden Barrack Obama, dalam rangka menjalin kerjasama dengan negara-negara di ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filiphina, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar), dan mengembangkan leadership para pemuda di ASEAN dengan memberikan beasiswa untuk belajar selama lima minggu di universitas di Amerika Serikat. Menariknya, partisipan program akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah Amerika sepenuhnya. Mulai dari pra-keberangkatan dari negara asal, selama program, hingga kembali lagi ke negara asal. Ya, semua hal yang menjadi kebutuhan program akan ditanggung, seperti visa, penerbangan, uang saku, penginapan hotel dan asrama, makan, dan lain sebagainya.


#2. Lima minggu di Amerika Serikat, apa saja yang dilakukan?

Fokus pelaksanaan program terbagi pada tiga hal, yakni Civic Engangement, Entrepreneurship and Economic Development, serta Environment and Natural Resources Management. Pelaksanaan program selama di Amerika Serikat akan terfokus pada salah satu bidang. Misalnya, di kampus saya, Northern Illinois University (NIU), para partisipan fokus pada pembelajaran Civic Engagement atau pengembangan masyarakat. Sementara para partisipan di University of Hawaii at Manoa, fokus pada bidang Environment and Natural Resources Management. Jadi setiap universitas akan memberikan pembelajaran yang berbeda-beda kepada para partisipan program.

Selain belajar di kampus, para partisipan juga akan melakukan diskusi mengenai isu-isu yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat, pelestarian lingkungan, atau entrepreneurship. Partisipan juga melakukan kegiatan volunteering, kunjungan ke perusahaan-perusahaan dan NGO, mengikuti program leadership skill development, serta field trip ke kota dan state lain di Amerika Serikat.


#3. Siapa saja yang bisa mengikuti program ini Kak?

Untuk dapat mengikuti program YSEALI, ada beberapa kriteria yang dicari oleh pemerintah U.S. Berikut adalah beberapa persyaratan umum untuk mengikuti YSEALI:
  • Berusia antara 18 - 25 tahun pada saat melakukan pendaftaran.
  • Warga negara atau resident negara-negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filiphina, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar (Kalau kamu baca artikel ini, saya yakin kamu adalah orang Indonesia, hehe)
  • Mahasiswa atau yang sudah lulus perkuliahan dalam jangka waktu empat tahun terakhir.
  • Mahir membaca, menulis, dan berbicara bahasa Inggris
  • Memenuhi syarat untuk mengajukan visa J-1 ke Amerika Serikat

#4 Selain itu, ada persyaratan khususnya gak Kak?

Well, mungkin lebih tepat mengatakannya sebagai kriteria khusus, yang menjadikan applicant pantas untuk mengikuti program. Hal ini dilakukan agar target dari pelaksanaan program untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan para pemuda di ASEAN dapat tercapai. Berikut kriteria khusus yang dicari oleh YSEALI:
  • Memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat dan potensial, yang ditunjukkan di universitas, tempat kerja, atau komunitas applicant.
  • Memiliki ketertarikan, pengetahuan, atau pengalaman professional di salah satu fokus bidang YSEALI; yakni Civic Engagement, Entrepreneurship and Economic Development, atau Environment and Natural Resources Management.
  • Menunjukkan ketertarikan serius untuk mempelajari lebih dalam mengenai Amerika Serikat dan negara-negara ASEAN.
  • Akan berpartisipasi secara aktif selama pelaksanaan program akademik, kegiatan community service, dan study tour.
  • Memiliki komitmen untuk kembali ke negara asal untuk mengaplikasikan kepemimpinan dalam mengembangkan komunitas, negara, atau regional ASEAN; dan
  • Lebih diutamakan untuk orang yang memiliki sedikit pengalaman atau belum pernah ke Amerika Serikat. 

#5. Bagaimana cara daftarnya Kak?

Hal paling utama yang harus dilakukan adalah mendaftar terlebih dahulu menjadi member di website YSEALI, disini. Di website tersebut, isikan nama, email, dan ketertarikanmu terhadap fokus bidang YSEALI. 

Setelah menjadi member, download application form disini, lalu diisi, dan dikirimkan via email ke YSEALIjkt@state.gov


#6. Recommendation Letter dari siapa Kak?

Saran saya, orang yang memberikan surat rekomendasi adalah orang yang benar-benar mengenal kamu dan organisasi yang kamu pimpin. Sehingga di dalam surat tersebut dapat diterangkan mengenai kontribusimu di dalam organisasi, dan bagaimana caramu dalam mengambil bagian dalam kepemimpinan organisasi. Orang yang memberikan rekomendasi juga disarankan adalah orang yang juga memiliki pengaruh dalam sebuah organisasi, komunitas, atau pemimpin di kampus. Bisa saja meminta rektor di kampusmu, atau direktur di perusahaan tempatmu bekerja.

#7. Lima minggu di Amerika Serikat, bagaimana dengan kuliah dan pekerjaan di Indonesia?

Well, segala hal yang dilakukan pasti ada konsekuensinya. Dalam meraih beasiswa yang fully-funded seperti YSEALI ini, pasti banyak usaha yang dilakukan oleh para applicant agar dapat terpilih. Tidak mudah juga untuk mendapatkan kesempatan ini, karena dari beberapa orang yang berkonsultasi dengan saya mengenai program ini, tidak sedikit yang sebelumnya juga pernah apply YSEALI beberapa kali, namun gagal. Nah, ketika kesempatan untuk mengikuti YSEALI berhasil didapat, tentu kuliah dan pekerjaan menjadi konsekuensinya selama lima minggu ditinggalkan. Solusinya? Ya, cuti. 

Bagi kampus dan perusahaan yang bisa memberikan cuti selama lima minggu, tentu tidak masalah. Seperti kampus dan kantor saya yang mengizinkan saya untuk ke mengikuti program selama lima minggu. Tapi jika tidak mendapat izin, dikembalikan lagi kepada para calon applicant, apakah benar-benar ingin meraih mimpinya ke Amerika atau tidak. Jika tekad untuk meraih mimpi ke Amerika memang kuat, sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan. Teman saya ada yang mengambil BSS (Berhenti Studi Sementara) selama satu semester di kampusnya. Dengan mengambil cuti selama satu semester, tentu akan lebih lama untuk lulusnya. Tapi ya memang itu konsekuensinya. Lalu untuk pekerjaan, teman saya yang tidak bisa cuti lima minggu memutuskan untuk resign dari kantornya setelah dinyatakan lulus program. Ya, semua hal yang dilakukan pasti ada konsekuensinya, 'kan?


#8. Aku pengen banget ikut YSEALI, tapi bahasa inggrisku kacau. Gimana dong?

Tidak sedikit yang menanyakan hal ini kepada saya. Dan saran saya selalu, "coba saja daftar dulu, masih banyak waktu untuk meningkatkan kemampuan". Mengapa saya berkata demikian? Karena salah satu penilaian utama dalam YSEALI adalah komitmen kita dalam melaksanakan project, dan ide apa yang dimiliki untuk kemajuan dan perkembangan project tersebut. Ketika project yang dijalankan memberikan kontribusi untuk kemajuan masyarakat, dan memberikan impact yang cukup berpengaruh, itulah yang dicari sebenarnya. 

Nah untuk kemampuan bahasa inggris, tentu akan sangat lebih baik jika memang memiliki kemampuan yang bagus, sehingga dapat menggunakan bahasa inggris sebagai media pembelajaran, dan mampu membaca, menulis, dan berbicara dalam menyampaikan ide dan memahami pembelajaran selama pelaksanaan program nantinya. Nah, perlu dipahami, bahwa meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berbicara bahasa inggris tidak ada yang instan. Namun jika memiliki kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa lancar berbahasa inggris, setiap orang pasti bisa menguasainya. Semua itu kembali kepada proses. Dare yourself!


#9. Setelah program, apa lagi kelanjutannya?

Selama lima minggu di Amerika Serikat, banyak pengalaman yang akan didapatkan oleh para partisipan. Ilmu, pengembangan diri, kepemimpinan, dan berbagai hal lain yang berguna untuk mengembangkan project yang diusung di negara asal. Nah, sekembalinya ke Indonesia setelah program, para partisipan diminta untuk melanjutkan project dan action plan yang dirancang di Amerika. Project tersebut akan dipantau perkembangannya, dan akan dibantu oleh U.S Department of State dalam pelaksanaannya. 


#10. Kak, saya warga negara Indonesia namun kuliah di Malaysia, apakah saya bisa ikut YSEALI?

Ya, warga negara dan resident negara-negara ASEAN dapat mengikuti program ini.


#11. Kak, saya warga negara Indonesia namun kuliah di Belanda. Apakah saya bisa ikut YSEALI?

Sayangnya tidak. Karena program ini ditujukan untuk orang yang menjalankan projectnya di negara-negara ASEAN, dan untuk pengembangan pemuda di negara-negara ASEAN.

------------------------------

Untuk sementara, sekianlah FAQ yang bisa saya tuliskan. Jika ada pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan YSEALI, silahkan tinggalkan komentar di postingan ini. Saya akan menjawabnya dan membuat postingan tambahan.

Amerika telah mengajarkanku banyak hal untuk berbagi dan lebih menghormati orang lain. Melalui tulisan ini, saya berbagi inspirasi dan tips kepada pada calon applicant lainnya. Melalui tulisan ini, saya menghormati mimpi-mimpi kalian untuk bisa mengikuti jejak saya ke Amerika. Semangat! Semoga sukses!

Monday, October 3, 2016

Kehidupan Baru, Perspektif Baru



Paman Sam sudah menjadi tempat tinggal yang menyenangkan selama dua minggu terakhir, Banyak bucketlist yang akhirnya berhasil saya centang, diantaranya berfoto dengan latar bendera Amerika Serikat, merasakan udara dingin mencapai 8 derajat celcius, dan berteman dengan Afro (kelompok etnis keturunan Afrika-Amerika berkulit hitam; biasa disebut juga dengan black people)

Perbedaan budaya yang sangat berbeda memberikan banyak pelajaran baru bagi saya. Pelajaran-pelajaran kehidupan yang berharga, karena pengalamanlah yang memberikannya,

Perspektif-perspektif baru kemudian bermunculan dari pengalaman yang saya dapatkan disini. Banyak diantaranya dapat saya aplikasikan dalam kehidupan saya kedepannya, dan sebagian lainnya cukup dijadikan pengalaman, karena tidak dapat saya terapkan lantaran perbedaan budaya, agama, dan pendapat pribadi.

Selama program YSEALI, saya berkuliah di Northern Illinois University (NIU). Universitas ini berada di sebuah kota kecil bernama DeKalb, yang berjarak sekitar dua jam berkendara dari Chicago. Di kampus ini, saya sering memerhatikan cara pelajar Amerika bersosialisasi dengan teman-temannya. Dan ternyata mereka tidak banyak bersosialisasi dengan orang lain!

Pada dasarnya, orang Amerika cukup individualis. Mereka membutuhkan banyak waktu dan ruang untuk diri mereka sendiri. Supervisor program YSEALI NIU, Colleen, mengatakan, bahwa orang Amerika tidak akan peduli dengan apa yang kamu lakukan dan segala hal yang kamu katakan. Selama hal tersebut tidak mengganggunya, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau.

Individualitas tersebut tampak jelas selama saya berada di kampus. Saya melihat banyak pelajar melakukan segala hal sendirian. Mereka berjalan sendiri, makan sendiri, dan segala hal lainnya sendiri. Saya bahkan jadi ingin menggoda mereka karena berjalan sendiri, kasihan cantik-cantik jomblo. Hehehe.

Namun walaupun begitu, orang-orang Amerika cukup hangat dan ramah. Saya sangat senang setiap kali saya berjalan mendekati pintu, dan di depan saya seseorang berjalan terlebih dahulu, ia akan membuka dan menahan pintu hingga saya dan teman-teman lainnya keluar dari pintu tersebut. Bahkan ketika saya berjalan lambat mendekati pintu, orang tersebut akan terus menahan pintu hingga saya melewatinya.

Selain itu, setiap kali saya menceritakan sesuatu hal, mereka akan menanggapinya dengan sangat antusias dan bersemangat  bahkan untuk hal kecil sekalipun. Saya banyak terlibat percakapan menyenangkan dengan orang-orang disini, dan saya benar-benar menyukai percakapan tersebut. Dari percakapan ringan, saya bisa merasa sangat dihargai. Bukan karena saya pendatang di negara ini, sehingga mereka memperlakukan saya istimewa. Tidak. Mereka mengapresiasi setiap percakapan kepada siapapun. Misalnya saja, saya pernah mengatakan kepada teman di kampus bahwa saya menyukai udara dingin di awal musim gugur ini. Kemudian sebuah percakapan panjang terjadi mengenai udara dingin dan mereka sangat senang bisa berbagi pengalaman dan cerita dengan saya.

Pada konteks yang lain, seperti yang saya jelaskan bahwa orang Amerika tidak peduli dengan apapun yang orang lain lakukan, benar-benar bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Disini, setiap hari saya melihat banyak sekali cewek berpakaian seksi, dengan kondisi udara yang cukup dingin! Kalau di Indonesia, mungkin si cewek akan diingatkan untuk berpakaian lebih tertutup karena udara dingin, atau agar "terlihat" lebih sopan. Tapi, karena tidak ada yang dirugikan oleh penampilannya, si cewek tidak dapat teguran apapun tuh, dari orang di sekelilingnya.

Hal lain yang bisa saya temukan disini adalah para pelaku LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender), yang cukup terbuka kepada masyarakat mengenai orientasi seksualnya. LGBT disini lebih bisa mengekspresikan dirinya, seperti mengungkapkan rasa sukanya pada seseorang, dan show up di sosial media. Hal yang sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia, yang mana para LGBT menjadi "korban" sosial media, dan diskriminasi dari lingkungannya.

Masih banyak hal baru lainnya yang saya temui disini, yang memberikan banyak perspektif baru dalam menjalani hidup kedepannya. Saya akan menceritakan berbagai hal lainnya di tulisan selanjutnya, namun sekarang saya harus tidur, karena sudah cukup malam di Amerika. Hehehe.

Salam hangat.

Friday, September 23, 2016

Perubahan Diri Menuju Amerika

“Impian haruslah menyala dengan apapun yang kita miliki, meskipun yang kita miliki tidak sempurna, meskipun itu retak-retak” ― Iwan Setyawan9 Summers 10 Autumns

                               

Amerika Serikat, dengan arus globalisasi dan semua kemajuan yang dimilikinya, idealisme dan pengaruh yang ditularkannya, keindahan alam dan diversitas penduduknya, sistem pendidikan, politik, dan teknologi, jelas membuat saya sangat tertarik untuk bisa mengunjungi negara adidaya ini.

Berawal dari mimpi, yang telah saya susun sejak masih di bangku SMA, mimpi yang terus saya jaga dan perjuangkan, untuk dapat menghirup "udara Amerika", dan bertemu orang-orang baru serta pengalaman luar biasa.

Saya pernah mengalami patah hati yang sangat besar mengenai Amerika. Gagal dalam seleksi pertukaran pelajar, saat mendekati seleksi akhir. Saat itu, sudah banyak ekspektasi yang saya buat mengenai Amerika, dan kehidupan yang akan saya jalani di negara tersebut. Ekspektasi-ekspektasi tersebut membuat saya berkali-kali terbang tinggi, kemudian saat menyadari bahwa saya gagal, saya merasa hidup saya direnggut paksa dan mimpi-mimpi saya mengenai Amerika dibunuh begitu saja.

Belajar dari pengalaman, dengan tetap mempertahankan Amerika di dalam benak sebagai salah satu cita-cita yang harus saya perjuangkan, banyak program akhirnya saya coba ikuti. Tujuannya hanya satu, saya harus ke Amerika! Tidak ada alasan lain yang saya miliki, obsesi untuk bisa ke Amerika terus berputar di benak saya, dan mengikuti program ke Amerika merupakan jalan terbaik untuk bisa mewujudkannya. Beberapa kali, saya lolos seleksi, namun lagi-lagi gagal mendekati seleksi akhir. Beberapa kali, saya harus memperbaiki CV, dan meningkatkan kemampuan membuat essay. Semuanya dilakukan, demi Amerika.

Namun ternyata ada yang salah dari pola pikir saya selama ini. Saya hanya terobsesi dengan Amerika, tanpa ada tujuan yang jelas dalam diri saya. Obsesi saya hanya pada Liberty, White House, Miami, Grand Canyon, Niagara, dan segala hal keren yang ada di Amerika. Mungkin obsesi itulah yang membuat saya selalu gagal dalam mengikuti program ke Amerika; niat saya salah.

Menjalani berbagai seleksi tersebut saya anggap sebagai bagian dari "memantaskan diri" untuk dapat menginjakkan kaki di Amerika. Hanya orang-orang yang "pantas"-lah, yang memang pantas untuk mendapatkan beasiswa dan dibiayai ke Amerika. Hanya orang-orang yang memiliki pandangan visioner lah yang memang menjadi target dari pemberi beasiswa sehingga program yang dijalankan dapat bermanfaat. Hanya orang-orang yang memiliki tujuan yang jelaslah yang bisa merasakan nikmatnya beasiswa.

Sehingga selama proses tersebut, saya kembali meluruskan niat. Apa yang bisa saya berikan untuk diri saya, keluarga saya, para relasi, serta orang-orang yang ada di sekitar saya, itulah yang harus saya pikirkan dan jalani. Apa yang menjadi permasalahan utama di kota saya, bahkan negara saya, itulah yang harus dicarikan solusi dan akar permasalahannya. Amerika sebagai tempat belajar, tentu akan memberikan banyak referensi mengenai pemecahan permasalahan, dan hal itu hanya akan diberikan kepada orang yang memiliki niat tulus, kan?

Saya benar-benar merasa tertampar, ketika melihat, ternyata di kota saya, di negara saya, dan pada orang-orang dekat saya, ada sangat banyak permasalahan yang perlu diselesaikan. Permasalahan tersebut harus segera diselesaikan, secepatnya. Bagaimana bisa saya selama ini hanya terfokus untuk bisa ke Amerika, tetapi permasalahan yang ada di hadapan mata saya saja ternyata tidak pernah kelihatan? Bagaimana mungkin Amerika akan memfasilitasi saya, jika saya memang bukan agen pembawa perubahan? Menyadari diri terlalu naif dan egois mengenai Amerika, saya benar-benar harus mengubah cara pandang dan niat saya.

Pandangan ini baru muncul dan mulai saya sadari setelah lulus SMA - dua tahun sejak kegagalan saya mengikuti seleksi pertukaran pelajar tersebut. Tapi tidak ada kata terlambat untuk berubah menjadi yang lebih baik lagi.

Hidup terus membawa saya mengikuti alurnya. Saya mengikuti pelatihan-pelatihan, pindah ke kota lain untuk bekerja dan kuliah, dan bertemu dengan orang-orang baru dalam hidup saya, beserta semua permasalahan yang mengikutinya.

Menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut kemudian membuka mata saya, mengenai apa yang harus saya lakukan di dalam hidup saya, dan perubahan apa yang bisa saya berikan untuk lingkungan saya. Meluruskan niat adalah yang utama, untuk menjadi jembatan meraih cita-cita saya ke Amerika.

Di kota tempat tinggal saya saat ini, di Batam, Kepulauan Riau, saya mengabdikan diri untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sebuah yayasan. Melihat keterbatasan yang mereka miliki, memberikan saya semangat untuk bisa tulus melayani mereka, dengan segala kekurangan yang mereka miliki. Dan, hal ini bisa menjadi ladang saya untuk bisa membuat perubahan! Saya benar-benar senang melakukannya, dan saya yakin sudah berada di jalur yang tepat.

Saya masih belajar, untuk bisa menjadi orang baik pembawa perubahan yang memang memberikan manfaat untuk lingkungan saya. Saya masih mencoba, menemukan hal-hal baru yang bisa saya bagikan kepada orang di sekitar saya. Yang saya tahu dan yakini, jika niat, ucapan, dan tindakan sudah sejalan, Tuhan pasti akan memeluk mimpi-mimpi yang saya miliki, dan memberikan jalan untuk mencapai hal tersebut dan menjadi lebih baik lagi.

Hingga akhirnya, pada tanggal 18 September lalu, saya benar-benar bisa mewujudkan mimpi saya menginjakkan kaki di Amerika, mengikuti program Young South East Asia Leadership Initiative (YSEALI), Fall Program 2016, Civic Engagement, di Northern Illinois University, Illinois. Cerita lengkap mengenai program ini akan ada di tulisan berikutnya.

Segala perubahan diri yang saya lakukan, dengan penataan niat yang sulit sekali dilakukan, dan mendengar omongan-omongan menyakitkan mengenai mimpi-mimpi saya, menjadikan Amerika benar-benar manis, mimpi saya menjadi nyata!

Sesampainya di Amerika, saya membuat sebuah janji untuk diri saya sendiri, yaitu; "Apa gunanya saya ke Amerika, dan kemudian mengatakan akan membawa perubahan, jika itu hanya akan omong kosong? Saya harus membuktikan perubahan itu."

Amin.



Fri, September 23rd 2016
in 18 degrees celcius.
Northern Illinois University,
Illinois, USA