
Amerika Serikat, dengan arus globalisasi dan semua kemajuan yang dimilikinya, idealisme dan pengaruh yang ditularkannya, keindahan alam dan diversitas penduduknya, sistem pendidikan, politik, dan teknologi, jelas membuat saya sangat tertarik untuk bisa mengunjungi negara adidaya ini.
Berawal dari mimpi, yang telah saya susun sejak masih di bangku SMA, mimpi yang terus saya jaga dan perjuangkan, untuk dapat menghirup "udara Amerika", dan bertemu orang-orang baru serta pengalaman luar biasa.
Saya pernah mengalami patah hati yang sangat besar mengenai Amerika. Gagal dalam seleksi pertukaran pelajar, saat mendekati seleksi akhir. Saat itu, sudah banyak ekspektasi yang saya buat mengenai Amerika, dan kehidupan yang akan saya jalani di negara tersebut. Ekspektasi-ekspektasi tersebut membuat saya berkali-kali terbang tinggi, kemudian saat menyadari bahwa saya gagal, saya merasa hidup saya direnggut paksa dan mimpi-mimpi saya mengenai Amerika dibunuh begitu saja.
Belajar dari pengalaman, dengan tetap mempertahankan Amerika di dalam benak sebagai salah satu cita-cita yang harus saya perjuangkan, banyak program akhirnya saya coba ikuti. Tujuannya hanya satu, saya harus ke Amerika! Tidak ada alasan lain yang saya miliki, obsesi untuk bisa ke Amerika terus berputar di benak saya, dan mengikuti program ke Amerika merupakan jalan terbaik untuk bisa mewujudkannya. Beberapa kali, saya lolos seleksi, namun lagi-lagi gagal mendekati seleksi akhir. Beberapa kali, saya harus memperbaiki CV, dan meningkatkan kemampuan membuat essay. Semuanya dilakukan, demi Amerika.
Namun ternyata ada yang salah dari pola pikir saya selama ini. Saya hanya terobsesi dengan Amerika, tanpa ada tujuan yang jelas dalam diri saya. Obsesi saya hanya pada Liberty, White House, Miami, Grand Canyon, Niagara, dan segala hal keren yang ada di Amerika. Mungkin obsesi itulah yang membuat saya selalu gagal dalam mengikuti program ke Amerika; niat saya salah.
Menjalani berbagai seleksi tersebut saya anggap sebagai bagian dari "memantaskan diri" untuk dapat menginjakkan kaki di Amerika. Hanya orang-orang yang "pantas"-lah, yang memang pantas untuk mendapatkan beasiswa dan dibiayai ke Amerika. Hanya orang-orang yang memiliki pandangan visioner lah yang memang menjadi target dari pemberi beasiswa sehingga program yang dijalankan dapat bermanfaat. Hanya orang-orang yang memiliki tujuan yang jelaslah yang bisa merasakan nikmatnya beasiswa.
Sehingga selama proses tersebut, saya kembali meluruskan niat. Apa yang bisa saya berikan untuk diri saya, keluarga saya, para relasi, serta orang-orang yang ada di sekitar saya, itulah yang harus saya pikirkan dan jalani. Apa yang menjadi permasalahan utama di kota saya, bahkan negara saya, itulah yang harus dicarikan solusi dan akar permasalahannya. Amerika sebagai tempat belajar, tentu akan memberikan banyak referensi mengenai pemecahan permasalahan, dan hal itu hanya akan diberikan kepada orang yang memiliki niat tulus, kan?
Saya benar-benar merasa tertampar, ketika melihat, ternyata di kota saya, di negara saya, dan pada orang-orang dekat saya, ada sangat banyak permasalahan yang perlu diselesaikan. Permasalahan tersebut harus segera diselesaikan, secepatnya. Bagaimana bisa saya selama ini hanya terfokus untuk bisa ke Amerika, tetapi permasalahan yang ada di hadapan mata saya saja ternyata tidak pernah kelihatan? Bagaimana mungkin Amerika akan memfasilitasi saya, jika saya memang bukan agen pembawa perubahan? Menyadari diri terlalu naif dan egois mengenai Amerika, saya benar-benar harus mengubah cara pandang dan niat saya.
Pandangan ini baru muncul dan mulai saya sadari setelah lulus SMA - dua tahun sejak kegagalan saya mengikuti seleksi pertukaran pelajar tersebut. Tapi tidak ada kata terlambat untuk berubah menjadi yang lebih baik lagi.
Hidup terus membawa saya mengikuti alurnya. Saya mengikuti pelatihan-pelatihan, pindah ke kota lain untuk bekerja dan kuliah, dan bertemu dengan orang-orang baru dalam hidup saya, beserta semua permasalahan yang mengikutinya.
Menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut kemudian membuka mata saya, mengenai apa yang harus saya lakukan di dalam hidup saya, dan perubahan apa yang bisa saya berikan untuk lingkungan saya. Meluruskan niat adalah yang utama, untuk menjadi jembatan meraih cita-cita saya ke Amerika.
Di kota tempat tinggal saya saat ini, di Batam, Kepulauan Riau, saya mengabdikan diri untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sebuah yayasan. Melihat keterbatasan yang mereka miliki, memberikan saya semangat untuk bisa tulus melayani mereka, dengan segala kekurangan yang mereka miliki. Dan, hal ini bisa menjadi ladang saya untuk bisa membuat perubahan! Saya benar-benar senang melakukannya, dan saya yakin sudah berada di jalur yang tepat.
Saya masih belajar, untuk bisa menjadi orang baik pembawa perubahan yang memang memberikan manfaat untuk lingkungan saya. Saya masih mencoba, menemukan hal-hal baru yang bisa saya bagikan kepada orang di sekitar saya. Yang saya tahu dan yakini, jika niat, ucapan, dan tindakan sudah sejalan, Tuhan pasti akan memeluk mimpi-mimpi yang saya miliki, dan memberikan jalan untuk mencapai hal tersebut dan menjadi lebih baik lagi.
Hingga akhirnya, pada tanggal 18 September lalu, saya benar-benar bisa mewujudkan mimpi saya menginjakkan kaki di Amerika, mengikuti program Young South East Asia Leadership Initiative (YSEALI), Fall Program 2016, Civic Engagement, di Northern Illinois University, Illinois. Cerita lengkap mengenai program ini akan ada di tulisan berikutnya.
Sesampainya di Amerika, saya membuat sebuah janji untuk diri saya sendiri, yaitu; "Apa gunanya saya ke Amerika, dan kemudian mengatakan akan membawa perubahan, jika itu hanya akan omong kosong? Saya harus membuktikan perubahan itu."
Amin.
Fri, September 23rd 2016
in 18 degrees celcius.
Northern Illinois University,
Illinois, USA